PUBLIKASI ILMIYAH

Idul Fithri dan Ciri ciri Orang Yang Bertaqwa

Selasa, 02 Juni 2020

Idul Fithri dan Ciri ciri Orang Yang Bertaqwa


Hadirin Raimakumullah..
Marilah kembali kita panjatkan kesyukuran kita kepada Allah atas segala ni’mat yang diberikan kepada kita. Terutama pada hari ini, setelah kita menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan, kita berkumpul di sini untuk duduk bersimpuh mengagungkan Asma-Nya, menyatakan dan mempersaksikan kebesaran-Nya. Sungguh Maha Besar Allah yang kebesaran-Nya tak tertandingi. Sungguh Maha Pemurah Allah yang nikmatnya tak akan  pernah terhitung.
Idul Fitri tiba ketika umat Islam menjalankan ibadah wajib puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Sepanjang bulan suci tersebut, kita menahan lapar, haus, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam.
Pelaksanaan ibadah puasa seperti ini tentu bukan hal yang asing lagi bagi kita, karena selalu kita lakukan tahun demi tahun.
Akan halnya pada tahun ini pelaksanaan ibadah puasa tentu terasa berbeda dengan tahun tahun sebelumnya, karena kita berada ditengah mewabahnya pandemi covid 19 yang menerpa hampir diseluruh belahan dunia. Berbagai macam pola kehidupan sosial tercipta untuk menghadang ganasnya virus yang dikenal dengan nama corona itu, bahkan kondisi ini berimbas kepada amaliah ramadhan yang telah kita lalui bersama.  
Kini Ramadhan telah berlalu. Ramadhan adalah Ramadhan, ia tentu tidak akan tergerus oleh masifx virus yang sebagian membawa ajal ummat manusia. Ramadhan tetaplah ia hadir sebagai wahana penempaan diri penghuni bumi ini dan senantiasa melimpahkannya rahmat (rahmah), ampunan (maghfirah), dan pembebasan dari api neraka (itqun minan nâr).
Ramadhan tetaplah bertujuan untuk membentuk pribadi pribadi taqwa sebagai hasil dari aktivitas yang dilakukan selama sebulan penuh. Sebagaimana terdapat di al-Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ 
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Takwa merupakan standar paling tinggi tingkat kemuliaan manusia. Seberapa tinggi derajat mulia manusia tergantung pada seberapa tinggi takwanya. Inna akramakum ‘indallâhi atqâkum.
Dalam konteks puasa Ramadhan, tentu takwa tak bisa digapai dengan sebatas menahan lapar dan dahaga saja. Ada yang lebih substansial, ada yang lebih pokok, ada yang lebih inti,  yang perlu ditahan, yakni ketergantungnya manusia kepada hal-hal selain Allah swt. Ketidak berdayaan kita menahan ketergantungan kepada selain Allah swt nenyebabkan dirinya tidak mampu menahan untuk berbuat aniyaya terhadap dirinya maupun terhadap orang lain.
Orang yang berpuasa dengan sungguh-sungguh akan mencegah dirinya dari segala macam perbuatan tercela dan senantiasa memacu dirinya untuk beramal sholeh. Tanpa itu, puasa kita mungkin sah secara fiqih, tapi belum tentu berharga di mata Allah subhanahu wata’ala.
Rasulullah sendiri pernah bersabda: كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad)
الله اكبر الله اكبر الله اكبر  ولله الحمد
Jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,
Jika Ramadhan hadir untuk manusia dalam rangka menggapai derajat adalah takwa, maka ada 3 ciri orang yang bertakwa yang erat kaitannya dengan ibadah ramadhan yang saja usai kita lakukan
Ciri ciri orang yang bertaqwa yang sesuai dengan ibadah ramadhan sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah swt  dalam Surat Ali Imran:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَـــافِينَ عَنِ النَّــاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُـحْسِنِــينَ
(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ’ (senang) dan pada saat dlarrâ’ (susah), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)
Pada ayat tersebut tergambar jelas bahwa 3 ciri orang yang bertaqwa itu adalah :
Pertama, gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi senang ataupun sulit. Orang bertakwa tidak akan sibuk hanya memikirkan diri sendiri. Ia mesti berjiwa sosial, menaruh empati kepada sesama, serta rela berkorban untuk orang lain dalam setiap keadaan. Bahkan, ia tidak hanya suka memberi kepada orang yang dicintainya, tapi juga kepada orang-orang memang membutuhkan.
Dalam konteks Ramadhan dan Idul Fitri, sifat takwa pertama ini sebenarnya sudah tercermin  melalui ajaran zakat fitrah. Zakat fitrah merupakan simbol bahwa puasa harus ditandai dengan mengorbankan sebagian kekayaan kita dan menaruh kepedulian kepada mereka yang lemah. Ayat tersebut menggunakan fi’il mudhari’ yunfiqûna yang bermakna aktivitas itu berlangsung konstan/terus-menerus. Dari sini, dapat dipahami bahwa zakat fitrah hanyalah awal bagi segenap kepedulian sosial tanpa henti pada bulan-bulan berikutnya.
Ciri kedua orang bertakwa adalah mampu menahan amarah.
Marah merupakan gejala manusiawi. Tapi orang-orang yang bertakwa tidak akan mengumbar marah begitu saja.  Ramadhan adalah melatih kita untuk berlapang dada, bijak sana, dan tetap sejuk menghadapi situasi sepanas apa pun termasuk didalamnya menahan diri dari sifat amarah.
Ciri ketiga orang bertakwa adalah memaafkan kesalahan orang lain. Sepanjang Ramadhan, umat Islam paling dianjurkan memperbanyak permohonan maaf kepada Allah dengan membaca:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah aku.”
Kata ‘afw (maaf) diulang tiga kali dalam kalimat tersebut, menunjukkan bahwa manusia memohon dengan sangat serius ampunan dari Allah SWT. Memohon ampun merupakan bukti kerendahan diri di hadapan-Nya sebagai hamba yang banyak kesalahan dan tak suci. Cara ini, bila dipraktikkan dengan penuh pengahayatan, sebenarnya melatih orang selama Ramadhan tentang pentingnya maaf.  
Bila diri kita sendiri saja tak mungkin suci dari kesalahan, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mau memaafkan kesalahan orang lain. Maaf merupakan sesuatu yang singkat namun bisa terasa sangat berat manakala kita tidak mampu menggalkan persoalan ego, gengsi, dan unsur-unsur nafsu lainnya.
Mana kala ketiga sifat tersebut, yakni menginfakkan hartanya baik dikala senang maupun sengsara, mampu mengendalikan amarahnya dan berjiwa besar memaafkan siapa saja dan kapan saja sudah melekat pada diri kita, maka Ramadhan tentu menjadikan kita sebagai orang yang mempunyai predikat taqwa لعلكم تــتــقـون.
الله اكبر الله اكبر الله اكبر  ولله الحمد
Hadirin wal hadirat ... mari kita sejenak menengok ke kanan dan ke kiri kita.
Ternyata kesalahan dan khilaf kita bukan hanya pada Allah Ta’ala.
Mari kita ingat ketika orang tua memanggil kita .. dan kita tidak bersegera menjawab seruannya. Sekarang,  yang ada hanya penyesalan. Mungkin sebagian mereka sudah terbaring tak berdaya, atau sudah melangkah di alam baqa. Bagaimana kita bertaubat untuk kehilafan dan kesaahan ini, bagaimana pula kita  memohonkan ampun dan maaf kepada mereka?
Kenanglah saat kita meninggikan suara di hadapan mereka. Saat permintaan kita didahulukan dari keinginan mereka. Merekapun berderai airmata.. di raut wajah mereka yang menyimpan kecewa.  Namun DOA tetap mengalir indah dari lidah mereka untuk kita..
Ya Allah, ampunilah segala kesalahan dan khilaf kami. Jadikan ini penyesalan kami hari ini dapat mengubah segalanya. Sungguh kami merindukan kedua orangtua kami. Kami ingat senyumnya. Betapa hangat pelukan genggamannya. Betapapun resah dan gelisahnya kehidupan kami, akan berubah tenang ketika di hadapan mereka dengan belaian dan kasih sayang mereka.  
Mari kita ingat pasangan kita. Betapa banyak hak mereka pada diri kita. Sebaik-baik syafaat bagi seorang perempuan, adalah ridha suami mereka. Demikian Baginda Nabi Saw bersabda. Sebaik-baik laki-laki adalah yang paling memuliakan istri mereka. Demikian hadits Baginda Saw yang lainnya. Sudahkah para istri beroleh keridhaan suami mereka? Sudahkah para suami memperlakukan para istri dengan mulia? Mari kita kenang semua itu. Kerja keras mereka, kesetiaan mereka, kepatuhan  mereka, setiap doa, setiap ungkap cinta kasih mereka. Hari ini mari bertaubat dengan berniat untuk mengubah setiap laku kita. Lebih menahan diri, lebih bersabar, sebagaimana bulan suci telah mendidik kita untuk bersabar. 
Mari kita ingat anak-anak kita. Betapa banyak kesempatan bercengkerama dengan mereka direnggut oleh kesibukan kita. Betapa banyak hasrat pelukan mereka, tertahan keengganan kita. Betapa waktu cepat berlalu, dan kita kehilangan senyum dan canda itu. Entah kapan. Entah mengapa. Betapa dunia telah mengalihkan kita dari mereka. Padahal pada anak kitalah letaknya sebaik-baik kebahagian. Betapa sering kita limpahkan kecewa kita pada orang lain di telinga mereka. Kerasnya kehidupan kita tak membuat kita berlaku lemah lembut pada mereka.
Jika semua itu kehilafan kami, ampuni kami Ya Allah. Jadikan penyesesalan kami hari ini menjadi kebaikan dan kebahagiaan untuk masa depan generasi kami selanjutnya
الله اكبر الله اكبر الله اكبر  ولله الحمد
Mari kita ingat keluarga kita, sanak saudara, handai taulan dan tetangga. Mari kita ingat guru-guru kita dan mereka yang meringankan pekerjaan dan membantu hidup kita. Mari kita ingat sesama anak bangsa, sesama saudara seagama. Betapa banyak yang berbuat baik pada kita dan tidak sempat kita ucapkan hanya sekedar terima kasih kita. Ada yang meminta maaf dan tidak kita terima maaf mereka. Ada yang sakit yang tidak kita kunjungi dan antarkan doa. Ada yang berpulang, dan kepada keluarganya tidak kita ucapkan belasungkawa.
Mari kita ingat saudara kita, yang kini tak lagi berhari raya bersama. Sebagian mendahului kita ke alam baka. Setahun lalu masih kita ingat candanya. Sebulan lalu masih kita lihat senyumnya. Seminggu lalu masih membekas pesannya. Dan mari kita ingat kesalahan kita pada mereka.
Mari kita ingat mereka yang kita sakiti dengan lisan kita. Dengan tuduhan tak berdasar pada status media sosial kita. Dengan ujaran kebencian, fitnah, dusta, yang mungkin kita sebarkan atas satu kaum dengan jari kita. Bagaimana mungkin memohonkan maaf mereka?
Ya Allah, perkenankan kami berdoa di awal syukur kami di hari raya ini. Jadikan setiap penysesalan kami pada hari ini menjadi kebaikan untuk kedua orangtua kami, keluarga dan anak-anak kami dan setiap orang yang punya hak atas diri kami.
Karuniakan pada kami kemampuan untuk menjaga taubat kami dalam amal salih yang kami syukuri, yang mengantarkan kami pada nikmat yang abadi, di surgaMu nanti.
الله اكبر الله اكبر الله اكبر  ولله الحمد

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْأَنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَاتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ




Jumat, 08 November 2019

URGENSI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MINAT SISWA SMP
(1) Erhansyah
erhanalbanjari@gmail.com SMP Negeri 1 Muara Muntai
Abstrak: Penerapan pembelajaran berbasis minat pada siswa ketika proses kegiatan belajar mengajar akan menambah daya aktivitas siswa. Siswa yang mempunyai minat yang tinggi terhadap sebuah objek khususnya mata pelajaran tentu akan membangkitkan motivasi dan meningkatkan aktivitas dan rasa keingintahuannya terhadap sebuah mata pelajaran. Dan minat tentu saja dimiliki oleh segenap siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran. Pemberdayaandan penerapan minat siswa ini sejatinya harus didorong oleh komponen proses pembelajaran yang melingkupinya. Sementara motivasi dan rasa ingin tahu siswa yang tinggi akan meningkatkan pula aktivitas belajarnya terhadap sebuah mata pelajaran. Penerapan pembelajaran berbasis minat siswa ini menjadi urgent ketika ketercapaian proses dari kegiatan pembelajaranyang maksimal menjadi tujuan yang diinginkan.
untuk melihat lebih jauh tentang artikel ini dapat dilihat pada link di di bawah ini :
http://bit.ly/urgensiminat

Minggu, 22 Juli 2018

IMPLEMENTASIKAN MINAT PADA PROSES PEMBELAJARA


IMPLEMENTASIKAN MINAT PADA PROSES PEMBELAJARAN
Erhansyah [1]
SMP Negeri 1 Muara Muntai

Abstrak
Implementasi minat seseorang yakni siswa terhadap suatu objek tercermin dari aktivitasnya. Siswa yang mempunyai minat yang tinggi terhadap sebuah objek khususnya mata pelajaran tentu akan membangkitkan motivasi dan meningkatkan rasa keingintahuannya terhadap sebuah mata pelajaran. Minat tentu saja dimiliki oleh segenap siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran. Tetapi pemberdayaan minat siswa ini sejatinya harus didorong oleh komponen proses pembelajaran yang melingkupinya. Sementara motivasi dan rasa ingin tahu siswa yang tinggi akan meningkatkan pula aktivitas belajarnya terhadap sebuah mata pelajaran. Dan siswa yang aktivitas belajarnya menguat akan melahirkan ketercapaian hasil belajar yang maksimal dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Keyword: Minat, Pembelajaran
A.    Pendahuluan
Keberhasilan sebuah proses pembelajaran dan tercapainya tujuan dari proses belajar itu sendiri sesungguhnya banyak faktor yang melingkari sekaligus saling mempengaruhi. Siswa sebagai objek dan subjek dari proses ini menjadi komponen yang sangat penting untuk ditelisik keberadaannya baik sumbangan pengaruh yang datang dari dirinya sendiri maupun yang dampak dari kepiawaian pengaruh yang berasal dari luar dirinya untuk keberhasilan dan ketercapaian dari hasil belajarnya.
Minat tentu saja dimiliki oleh segenap siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran. Tetapi pemberdayaan minat siswa ini sejatinya harus didorong oleh komponen proses pembelajaran yang melingkupinya. Siswa yang mempounyai minat pas pasan tentu memerlukan dorongan dan pengarahan yang lebih ketimbang siswa yang mempunyai minat yang tinggi terhadap sebuah proses pembelajaran.
Komponen lain yang berperan penting dalam implementasi minat siswa adalah menejer kelas yakni guru. Karena meski guru merupakan faktor yang memberikan sumbangan pengaruh dari luar  terhadap minat siswa, tetapi keberadaannya sangat dibutuhkan untuk memberikan dorongan dan arahan terhadap siswa terlebih dalam lingkup pendidikan pada level yang rendah.
Hasil belajar sebagai tujuan akhir dari proses pembelajaran adalah menjadi tolak ukur untuk kebermaknaan dari kemampuan siswa dan dorongan serta arahan dari guru dalam mengimplementasikan minat belajar pada diri siswa itu sendiri.
B.     Peran Guru
Proses pembelajaran seyogyanya menginginkan sesuatu yang dicapai. Sesuatu yang ingin dicapai itu disebut dengan tujuan. Dalam perencanaan, pelaksanaannya proses tersebut tentu saja dipengaruhi oleh beberapa macam faktor. Sebagaimana dikemukakan Sumadi Suryabrata bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, seperti: (a) faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa yaitu faktor-faktor sosial dan faktor-faktor non sosial, dan (b) faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa yaitu faktor-faktor fisiologis dan faktor-faktor psikologis.[2] Seorang pengajar atau guru dalam hal ini tentulah faktor yang berada di luar diri siswa, namun demikian dalam proses sesungguhnya ia dapat mempengaruhi proses internal yang ada dalam diri siswa itu sendiri. Guru menjadi faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa karena guru sendiri dalam melaksanakan proses pembelajarannya diperlukan beberapa syarat sebagaimana menurut Ali  bahwa syarat yang perlu dimiliki guru antara lain : a) penguasaan materi, b)kemampuan menerapkan prinsip-prinsip psikologis, c) kemampuan menyelenggarakan proses mengajar belajar, dan d) kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi.[3]
Dengan kemampuan yang ada pada dirinya tentulah guru memberikan kontribusi dan peran penting serta salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswanya. Dengan demikian faktor eksternal yakni salah satunya adalah guru memiliki peranan yang cukup penting mempengaruhi hasil belajar adalah tenaga pengajar (guru) sebagaimana menurut Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan bahwa kegiatan pembelajaran di depan siswa adalah perwujudan interaksi dalam proses komunikasi dan tenaga pengajar sebagai pemegang kunci sangat menentukan terhadap pencapaian hasilan belajar.[4] Sedangkan pendapat Nana Syaodih Sukmadinata yang mana pelaksanaan (implementasi) kurikulum hampir seluruhnya bergantung pada kreativitas, kecakapan, keterampilan, kesanggupan dan ketekunan tenaga pengajar.[5] Jadi tegasnya adalah bahwa sebaik-baiknya sebuah kurikulum sebagai kerangka acuan dalam mencapai tujuan tentu sangat tergantung kepada tenaga pengajar atau gurunya.
Di luar faktor eksternal seperti kualitas tenaga pengajar (guru), menurut Dalyono bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar terdapat juga faktor internal siswa yaitu yang berasal dari dalam diri siswa yaitu  (1) kesehatan (2) intelegensi dan bakat (3) minat dan motivasi (4) cara belajar.[6]
Ketercapaian dan keberhasilan secara formal legalitas siswa dapat dilihat melalui : (1) hasil belajar selama di lembaga pendidikan dengan buku raport, dan (2) hasil belajar setelah lulus dari lembaga pendidikan dengan diterbitkannya ijazah atau surat keterangan lainnya yang sah menurut undang undang.
Dengan demikian perpaduan faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi dari proses pembelajaran ini sesungguhnya menjadi sumber, sekaligus potensi setiap  siswa dalam mencapai keberhasilan yang ingin dicapai.
C.     Hasil Belajar Siswa
Pengertian belajar seperti yang dijelaskan Gagne dan Driscoll adalah perubahan kemampuan dan disposisi dari seseorang yang dapat dipertahankan dalam suatu waktu tertentu dan bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan. Macam-macam pertumbuhan yang dimaksud dalam belajar adalah mencakup perubahan tingkah laku setelah seseorang mendapat berbagai pengalaman dalam berbagai situasi belajar. Berdasarkan pengalaman-pengalaman itu akan menyebabkan proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang.[7] Selain itu dengan pernyataan yang sana menurut Gagne dalam Suprijono[8] menyatakan bahwa “belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas”.Sependapat dengan itu Gredler[9] mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses seseorang dalam memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap dan belajar itu tidak datang begitu saja, tetapi harus dilaksanakan dengan sengaja dalam waktu yang tertentu pula.
Menurut Suyono dan Hariyanto[10]  “belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, peningkatan keterampilan, memperbaiki prilaku, sikap, dan mengkokohkan kepribadian”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan kemampuan seseorang dan dapat dipertahankan dalam kurun waktu tertentu. Berbagai pertumbuhan yang terjadi dalam belajar itu, seperti perubahan tingkah laku setelah seseorang siswa mendapat berbagai pengalaman pada berbagai situasi belajar itu sendiri, sehingga dari berbagai pengalaman itu akan menyebabkan proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang siswa.
Sedangkan belajar menurut Sukardi dan Maramis adalah perubahan perilaku siswa secara bertahap, terarah melalui suatu proses terencana dan bertahap, sehingga siswa pada akhir pembelajaran kelak mempunyai kemampuan atau keterampilan sesuai dengan apa yang dituju oleh sistem pembelajaran.[11] Kemudian menurut Sujana, belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan yang dimaksud adalah hasil dari proses yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk berubahan dari aspek: (a) pengetahuan, pemahaman, sikap, minat, dan tingkah laku seseorang, dan (b) keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta pemahaman aspek lain yang terdapat pada seseorang peserta didik dalam belajar yang bersifat relatif menetap.[12]
Maka dengan demikian dapat ditegaskan bahwa bahwa belajar akan terjadinya perubahan perilaku siswa secara bertahap, terarah melalui suatu proses terencana dan bertahap, sehingga siswa pada akhir proses belajarnya mendapatkan kemampuan dan keterampilan sesuai dengan apa yang telah ditargetkan dalam rencana pembelajaran.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka belajar pada dasarnya ditandai dengan: (1) perubahan terhadap perilaku, (2) diperolehnya lewat pengalaman, (3) hasilnya relatif menetap, (4) perubahannya berkaitan aspek fisik dan mental. Penyebab perubahan perilaku ini tidak diakibatkan oleh proses pertumbuhan yang sifatnya fisiologis.
Maka untuk itu yang dimaksud belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang peserta didik yang berlangsung dalam kurun waktu tertentu, seperti pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap dan minat seseorang peserta didik dari pengalaman yang diterimanya dari lingkungan dimana terdapat situasi belajar terjadi.
Menurut Brigg hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan hasilnya yang diraih melalui proses pembelajaran di lembaga pendidikan dan ditetapkan dengan angka-angka yang diukur berdasarkan test hasil belajar.[13] Sedangkan Sukardli dan Maramis mengatakan bahwa mengukur adalah menerapkan alat ukur terhadap objek tertentu. Besaran-besaran angka yang diperoleh, barulah memperoleh makna apabila dibandingkan hasil pengukuran dengan suatu patokan tertentu.[14] Syamsuddin mengemukakan bahwa perbuatan dan hasil belajar ditentukan dalam bentuk: (a) pertambahan materi pengetahuan yang berupa fakta, (b) penguasaan bentuk psikomotorik, dan (c) Perbekalan dalam kaitannya dengan kepribadian seseorang siswa.[15]
Pengukuran menurut Silvarius adalah suatu proses pemberian angka pada sesuatu atau seseorang berdasarkan aturan tertentu.[16] Terdapat empat fungsi pengukuran terhadap mahasiswa seperti yang ditetapkan Popham, yaitu: (1) untuk menentukan kelemahan dan kelebihan mahasiswa secara perorangan, (2) untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa yang memuaskan, dan (3) untuk mengumpulkan bukti dalam rangka menetapkan peringkat mahasiswa, dan (4) untuk memprediksi tentang keefektifan pembelajaran yang telah dilaksanakan.[17]
Maka dengan demikian mengukur adalah menerapkan alat ukur terhadap objek tertentu. Besarnya angka yang didapatnya, barulah dikatakan bermakna jika dibandingkan hasil pengukuran dengan sesuatu patokan tertentu. Hasil belajar menurut Romiszowski dapat ditetapkan dalam tiga kategori, yaitu: kognitif, psikomotorik, dan afektif. Semua aspek tersebut dapat dikatakan sebagai keterampilan menerima informasi dan menyalurkan kepada pihak yang lain.[18]
Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sebuah tujuan yang dicapai setelah mengalami pengalaman dalam kegiatan pembelajaran, sehingga prinsip-prinsip dari Taksonomi Bloom sangat bermanfaat dalam merancang berbagai tingkat tujuan pembelajaran. Maka dengan demikian hasil belajar mahasiswa dalam tulisan ini didasarkan pada konsep Taksonomi Bloom tersebut yang mengklasifikan hasil belajar di sekolah berdasarkan konsep taksonami bloom yang meliputi tiga ranah, yaitu: (1) kognitif, adalah yang berhubungan dengan kemampuan berfikir, (2) afektif, adalah yang berkenaan dengan minat, sikap dan perasaan, dan (3) psikomotorik, adalah yang berkaitan dengan kemampuan gerak.[19] Kemudian menurut Davies yang menyatakan bahwa tujuan khusus pendidikan/pembelajaran secara luas dapat dikelompokkan ke dalam salah-satu dari tiga kelompok tujuan seperti berikut ini, yaitu: (1) tujuan kognitif, adalah yang berhubungan dengan informasi dan pengatahuan, karena itu usaha untuk tercapainya tujuan kognitif adalah suatu kegiatan pokok program pendidikan dan pelatuhan, (2) tujuan afektif, adalah yang menekankan pada sikap dan nilai, perasaan san emisi, dan (3) tujuan psikomotorik, adalah yang berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda, atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf dan anggota badan.[20]
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil belajar yang diraih siswa setelah mengalami pengalaman belajar dalam sebuah mata pelajaran yang telah diikutinya.
D.    Pengaruh Minat Terhadap Pencapaian Hasil Belajar Siswa
Menurut Syah[21] minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sementara itu Slameto [22] mengatakan bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
Menurut Djamarah[23] pendidikan yang paling efektif untuk membangkitkan minat belajar pada siswa adalah dengan menggunakan minat- minat siswa yang telah ada dan membentuk minat-minat baru pada diri siswa. Hal ini dapat dicapai dengan jalan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaan bagi siswa dimasa yang akan datang. Minat dapat dibangkitkan dengan cara menghubungkan materi pelajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa.
 Minat menurut pendapat Skinner adalah suatu dorongan yang menunjukkan perhatian seseorang terhadap objek yang menarik, menyenangkan apabila seseorang memperhatikan suatu objek yang menyenangkan, maka akan berupaya dengan aktif untuk meraih objek tersebut.[24] Dengan demikian, seseorang baru dapat diketahui minatnya, apabila ia berkeinginan atau menyukai sesuatu objek atau minat seseorang dapat dibaca jika ia memperlihatkan rasa suka atau senangnya kepada suatu objek tersebut.
Berkaitan dengan tinggi dan rendahnya minat seseorang terhadap suatu objek tertentu sangat berhubungan dengan yang membutuhkan objek tersebut.[25] Menurut Ahmadi berkaitan dengan pentingnya minat siswa dalam belajar, karena sesuatu mata pelajaran dapat dipelajari dengan baik apabila ada pemusatan perhatian (niat) terhadap mata pelajaran, dan minat merupakan salah satu faktor yang mungkin terjadinya konsentrasi itu terjadi.[26] Sejalan dengan itu, Hasaini dan Nur mengemukakan bahwa minat adalah perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan seseorang.[27]
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa minat itu bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir, tetapi lahir dari pengalaman belajar siswa, karena minat merupakan manifestasi dari hasil belajar yang lahir dari siswa akibat interaksi minat yang ada dalam lingkungannya. Pada minat juga dapat mengalami perubahan sesuai dengan perubahan status, tanggung jawab, dan cara hidup seseorang siswa.
Dari Mulyasa menjelaskan bahwa minat adalah kecenderungan seseorang dalam mengerjakan sesuatu perbuatan, seperti minat untuk mempelajari sesuatu dalam hal membaca, menulis, atau berdiskusi.[28] Sedangkan Fajar menjelaskan bahwa situasi pembelajaran berlangsung efektif bila adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Dengan demikian, maka minat siswa sangat besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya minat siswa akan mengerjakan sesuatu yang diminatinya. Begitu juga sebaliknya bagi siswa yang tidak berminat, maka tidak akan melakukan sesuatu dalam kegiatan belajar. Dengan demikian setiap siswa haruslah mempunyai minat dalam belajar dan tenaga pengajar seharusnya berupaya untuk membangkitkan minat siswanya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.[29]
Menurut Mulyasa bahwa kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu, yang kemudian dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu dan itulah yang dimaksud dengan minat.[30]
Proses pembelajaran sebuah mata pelajaran mempunyai hubungan yang erat dengan kondisi individu atau siwwa sebagai subjek dan objek pendidikan. Ketika siswa merasa senang dan gembira dalam melakoni proses tersebut maka proses belajar akan terkondisi dengan baik. Kegembiraan dan  kesenangan siswa tentulah diawali dengan kemauan untuk belajar dan itu semua diawali dengan minat siswa dimaksud. Siswa yang mempunyai minat tentulah membuat proses penerimaan materi pelajaran akan berjalan antusias dan menyenangkan, sehingga pada gilirannnya akan membuat siswa rajin belajar, tercipta dorongan untuk berkarya dan beraktivitas positif dikarenakan terjadinya dorongan yang signifikan dalam dirinya.
E.     Penutup
Implementasi minat seseorang yakni siswa terhadap suatu objek tercermin dari aktivitasnya. Siswa yang mempunyai minat yang tinggi terhadap sebuah objek khususnya mata pelajaran tentu akan membangkitkan motivasi dan meningkatkan rasa keingintahuannya terhadap sebuah mata pelajaran. Motivasi dan rasa ingin tahu siswa yang tinggi akan meningkatkan pula aktivitas belajarnya terhadap sebuah mata pelajaran. Dan siswa yang aktivitas belajarnya menguat akan melahirkan ketercapaian hasil belajar yang maksimal dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Teknik Belajar Yang Efektif. Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Brigg, Lislie J., Instructional Design and Applications. Englewood, NJ: EducationalTechnology Publication, Inc, 1979.
Crowl, Thomas K., Educational Psychology Window in Teaching. New York: Brownand Benchmark, 1996.
Fajar, Ernie, Portofolio Dalam Pelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.
Gagne, Robert M. dan Merey Perkins Driscoll, Essential of Leaning for Instruction. Englewood Cliff. N.J: Prentice Hall, 1988.
Gredler, Margareth E. Mell, Leaning and Instruction: Theory Into Practice. New York : Maemillan, 1986.
Hasaini dan Nur, Himpunan Istilah Psikologi. Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1986. Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep Karakteristik dan Implementasi.Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.
______,Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: RemajaRosda Karya, 2004.
Rooijakkers, Ad., Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Gramedia, 1990.
Rowinszowski, Designing Intructional System Decision Making in Course Planning. New York, Nicholas Publishing, 1981.
Skinner, Charles E., Educational Psychology. Toronto : Prentice Hal, 1976.
Sujana, Nana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru, 1988.
Sukardi, E. dan W. F. Maramis, Penilaian Keberhasilan Belajar. Surabaya: Airlangga University Press, 1996.
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali, 1990.
Syaiful Bahri, Psikologi Pendidikan Hasil Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Indra. 2009
Syamsuddin, Abin, Pedoman Studi Psikologi Kepribadian. Bandung : IKIP Bandung, 1990.


[1] Penulis Guru PAI SMPN 1 Muara Muntai Kutai Kartanegara dan Alumni Pascasarjana IAIN Samarinda Kalimantan Timur
[2] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1990), h. 249
[3]Ali, Muhammad, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo. 1987), h.7)
[4]Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1992), h.  5
[5]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1997), h. 200
[6] Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007) h. 55
[7] Robert M. Gagne dan Merey Perkins Driscoll, Esensial of Learning for Instruction (Englewood Cliff. NJ : Prentice Hall, 1988), h. 4
[8]Suprijono, A, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 2
[9]Margareth E. Mell Gredler, Leaning and Instruction: Theory Into Practice, ( New York: Maemilan, 1986), h. 2
[10]Suyono dan Hariyanto. (2012). Belajar dan Pembelajaran. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h.9
[11]E. Sukardi Dan W. F. Maramis, Penilaian Keberhasilan Belajar, (Surabaya: Airlangga University Press, 1996), h. 91
[12]Nana Sujana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru, 1988). h. 6
[13]Lislie J. Brigg, Instructional Design and Applications ( Englewood, NJ : Educational Technologi Publication, Inc, 1979 ), h. 150
[14]E. Sukardi Dan W. F. Maramis, Penilaian Keberhasilan Belajar, ( Surabaya: Airlangga University Press, 1996 ), h. 69
[15] Abin Syamsuddin, Pedoman Studi Psikologi Kepribadian, ( Bandung: IKIP Negeri Bandung, 1990), h. 9
[16]Suke Silvarius, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik (Jakarta: Grasindo, 1991), h. 6
[17] W. James Popham, Classroom Assessment: What Teacher Need To Know (Boston: Allyn and Bacon, 1995), h. 5
[18]Rowinszowski, Designing Intructional System Decision Making in Course Planning (New York, Nicholas Publishing, 1981), h.250
[19]W. S. Winkel, Psikologi Pembelajaran (Jakarta: Grasindo, 2004 ), h. 245
[20]Ivor K. Davies, Pengelolaan Belajar (Jakarta: Rajawali, 1991), h. 97
[21]Syah, M. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 152
[22] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka cipta, 2010), h. 180

[23] Syaiful Bahri. (2011). Psikologi Pendidikan Hasil Belajar.( Jakarta: PT Rineka Cipta. Indra. 2009), h. 158
[24] Charles E. Skinner, Educational Psychology (Toronto : Prentice Hal, 1976), h. 335
[25]Thomas K. Crowl, Educational Psychology Window in Teaching (New York: Brown and Benchmark, 1996), h. 94
[26]Abu Ahmadi, Teknik Belajar Yang Efektif, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 6
[27]Hasaini dan Nur, Himpunan Istilah Psikologi, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1986), h. 91
[28]E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik dan Implementasi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), h.194
[29]Ernie Fajar, Portofolio dalam Pelajaran IPS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 12
[30]E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 194